Untung Dari Biogas Rumah

Sebaris angka tersebut tertera di dalam buku catatan keuangan Fatchiyah: April 2009, biaya materi bakar Rp450.000 dan Mei 2009, Rp150.000. Ibu rumahtangga di Desa Tlogosari, Kecamatan Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur itu cermat menghitung pengeluaran rupiah untuk materi bakar.


Perempuan berumur 34 tahun itu menganggap penting mencatat pengeluaran semoga kebutuhan hidup lain bisa terpenuhi dengan penghasilan dari suami sebesar Rp1,5-juta/bulan.


Ongkos materi bakar sudah menyita 1/3 pendapatan keluarga. “Saya menggunakan gas LPG untuk masak sehari-hari, sementara kayu bakar untuk merebus air buat sapi perah,” ujar ibu 2 anak itu.


Fatchiyah dan kebanyakan warga di Desa Tlogosari memang menyandarkan pendapatan lain dari beternak sapi perah. Harap mafhum, Kecamatan Nongkojajar di Kabupaten Pasuruan itu merupakan pusat sapi perah di Jawa Timur, selain Kabupaten Malang. Usaha sapi perah di kawasan tersebut berawal pada 1911 yang diperkenalkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda.


Fatchiyah memulai perjuangan sapi perah semenjak 11 tahun silam bermodalkan 2 sapi. Berbekal ketekunan, sekarang ia memiliki 4 sapi. Menurut Fatchiyah pemakaian kayu bakar sebagai sumber energi memberi beberapa masalah. “Panci untuk memasak air cepat menghitam karena jelaga,” tuturnya. Yang lain, paparan asap kayu bakar acapkali menciptakan sesak. Itu sebabnya Fatchiyah sangat merindukan materi bakar murah dan ramah lingkungan.


Impian Fatchiyah terwujud. Pada medio 2009, jadwal BIRU alias Biogas Rumah diperkenalkan melalui kerjasama Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda yang dilaksanakan oleh Hivos (Institut Kemanusiaan untuk Kerjasama Pembangunan) dengan santunan teknis dari SNV (Lembaga Pembangunan Belanda). Program itu bertujuan untuk memasyarakatkan pemanfaatan reaktor biogas rumah dengan menggunakan limbah organik sebagai sumber energi lokal berkelanjutan.


Agi Safitri Cakradirana, deputy Program Manager Yayasan Rumah Energi menuturkan kepada kontributor bebeja.com, Faiz Yajri, bahwa pemanfaatan sumber daya lokal merupakan solusi mengatasi tekanan terhadap pemakaian materi bakar fosil. “Indonesia berlimpah sumber energi terbarukan, tinggal kemauan untuk memanfaatkanya,” ujarnya.


Dalam pelaksanaanya, jadwal tersebut menggandeng kawan lokal. Untuk Kecamatan Nongkojajar, Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Setia Kawan pun didapuk sebagai mitra. Koperasi itu merupakan koperasi susu terbesar di Jawa Timur. Dari koperasi itu pula Fatchiyah mengetahui jadwal pemanfaatan biogas untuk sumber energi.


Hal itu penting karena Fatchiyah menjelaskan, selama ini kotoran dari 4 sapinya terbuang percuma. Bila dimanfaatkan hanya sebatas menjadi pupuk organik. Daya tarik lain dari jadwal ini yaitu terdapat subsidi sebesar Rp2-juta dari total biaya pembangunan, atau pemberian denah kredit berbunga rendah untuk pembangunan reaktor biogas.


Ukuran reaktor biogas yang ditawarkan bermacam-macam mulai dari kapasitas 4 m3-12 m3. Pemilihan reaktor itu biasanya menurut populasi sapi perah peternak. Sebagai perbandingan untuk kapasitas 4 m3 membutuhkan 20-40 kg kotoran sapi per hari. Jumlah tersebut sanggup menghasilkan 0,8-1,6 m3 gas per hari. Jumlah itu setara volume gas elpiji ukuran 12 kg serta daya lampu sebesar 100 watt.


Fatchiyah menentukan reaktor kapasitas 6 m3 dengan kebutuhan materi baku kotoran sapi 40-60 kg/hari. Itu bisa tercukupi oleh 4 sapi miliknya. Seekor sapi sampaumur bisa menghasilkan 20 kg/hari kotoran, sedangkan anak sapi 10-15 kg/hari. Kini, kotoran sapi milik Fatchiyah tidak terbuang percuma, tapi menjadi materi baku bagi reaktor.


Guna membangun reaktor berukuran 6 meter kubik tersebut, Fatchiyah merogok kocek Rp4,5-juta. Jumlah itu di luar subsidi Rp2-juta yang diterima. Toh, ia pun tidak perlu terlalu bersusah hati karena menerima kredit dari koperasi tempatnya bernaung. Fatchiyah hanya perlu mencicil Rp126.000/bulan selama 5 tahun. Dengan pemeliharaan yang baik, umur reaktor bisa mencapai 15 tahun.


Kini, Fatchiyah tidak lagi pusing berhitung guna mencukupi kebutuhan materi bakar bagi aktivitas memasak sehari-hari ataupun menjerang air untuk kebutuhan sapi perah. Ia cukup menekan knop kompor gas, dan fatwa gas dari reaktor kotoran sapi miliknya pun segera mengalir. Tidak hanya itu, kebutuhan penerangan pun sekarang dipenuhi lewat lampu gas. Keuntungan lain, kotoran terfermentasi alias bioslurry pun tersedia sebagai pupuk organik berkualitas.


Berkat pengeluaran materi bakar yang jauh berkurang tersebut, Fatchiyah sekarang bisa tersebut lebar. Musababnya ia bisa menabung uang materi bakar. Jika dulu harus keluar uang Rp450.000/bulan, sekarang hanya membayar cicilan reaktor Rp126.000/bulan. Itu berarti ibu dari Muhammad Rifkan dan Shala itu menghemat Rp324.000/bulan.


Sejatinya tidak hanya Fatchiyah yang mengecap manisnya energi dari biogas. Menurut data dari Yayasan Rumah Energi, sampai Maret 2013 di seantero Indonesia tercatat ada 8,446 reaktor biogas bermacam-macam ukuran yang telah menunjukkan manfaat kepada pemakainya. Dari jumlah tersebut sekitar 5.100 buah berada di Jawa Timur.


Belum ada Komentar untuk "Untung Dari Biogas Rumah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel