Kisah Joki Pacuan Kuda Di Bima

 salah satunya di Kabupaten Bima sudah menjadi tradisi Kisah Joki Pacuan Kuda Di Bima


Pacuan kuda di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), salah satunya di Kabupaten Bima sudah menjadi tradisi. Namun tradisi tersebut selalu melibatkan bawah umur berumur 7-12 tahun.


Merekalah para joki, yang bakal memilih kemenangan seekor kuda pacu. Anak-anak yang rata-rata masih duduk di dingklik sekolah dasar di kelas 3 hingga 5 itu benar-benar ahli mengendalikan kuda.


Namun bahwasanya agak miris melihat mereka dengan badan kecilnya harus bertahan di atas kuda setinggi rata-rata 1,2 meter yang melaju kencang mengitari sebuah arena kuda pacu sepanjang 1.400 meter.


Adalah Hendra, salah satu joki kuda pacu tersebut. Umur Hendra gres menginjak 7 tahun pada Januari 2013 silam. Namun jangan tanya jam terbangnya sebagai joki. Sudah 2 tahun kelahiran Kecamatan Woha di Kabupaten Bima tersebut terjun menjadi joki.


Andai pilot diukur menurut jumlah jam terbang, para joki kecil menyerupai Hendra diukur dari seberapa banyak ia menunggang kuda di arena pacu dan tentunya kemenangan yang diraih kuda-kuda tungganganya. Meskipun tidak pernah mencatat, Hendra menuturkan ia sudah menang beberapa kali di aneka macam kelas kuda yang pemiliknya membutuhkan jasanya.


Jam terbang itu pula yang memilih bayaran yang diterima. Hendra, misalnya, dibayar hingga Rp50.000 per putaran arena pada ketika latihan. Padahal dalam sekali latihan, Hendra minimal sanggup 3–5 kali mengitari arena, terkadang dengan kuda pacu berbeda.


Jumlah itu sanggup melambung 2-3 kali lipat di ketika lomba kuda pacu sesungguhnya. Bahkan di lomba besar dan bergengsi menyerupai Piala Gubernur, misalnya, ia akan meneken kontrak yang nilainya cukup besar. Dari pekerjaannya sebagai joki tersebut setiap bulan Hendra sanggup membantu ekonomi orangtuanya yang hanya berprofesi sebagai penarik benhur (sebutan delman di Pulau Sumbawa).


Meskipun sanggup memperoleh pendapatan besar di usia sangat muda itu, bahwasanya pengorbanan Hendra terlampau besar untuk seumurannya, mengingat banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat pertama ia dilarang takut kepada kuda. Hendra juga harus cepat mengenal huruf sang kuda, biasanya dilakukan dengan cara mengajak si kuda mengitari arena minimal 1-2 kali putaran.


Ia juga harus siap jatuh terpelanting dari kuda. Soal ini Hendra sudah mencicipi 2 kali mengalami tulang rusuknya patah. Belum lagi ia harus menahan sakit ketika berpacu dengan lawannya di atas kuda pacu yang samasekali tanpa pelana. Hal itu belum menghitung membolos sekolah jikalau lomba kuda pacu berlangsung berhari-hari.


Belajar dari pengalamannya jatuh terpelanting, Hendra semenjak setahun kemudian memiliki ritual khusus sebelum menaiki sang kuda pacu. Ia akan meraup tanah di erat kuda pacu tunggangannya dengan kedua tangannya. Setelah itu ia buru-buru mengusapkan tanah di tangannya tersebut di leher sang kuda, sebelum menaiki punggung kuda. Dengan ritual itu pula Hendra yakin sanggup mengatur sang kuda. Bila si kuda mau diatur, keselamatan dirinya akan lebih terjamin.


Belum ada Komentar untuk "Kisah Joki Pacuan Kuda Di Bima"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel