Surat Kartini Antara Inspirasi Apatisme Bangsa

Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia kalau kaum perempuan dididik baik Surat Kartini Antara Inspirasi  Apatisme Bangsa“Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia kalau kaum perempuan dididik baik-baik. Dan untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan pendidikan, alasannya ialah inilah yang akan membawa senang baginya”.


Penggalan surat Kartini itu dikirimkan Agustus 1901 pada Ny Van Kool. Namun sampai detik ini siapa pun yang membacanya setuju dengan pemikiran Raden Adjeng Kartini yang bahkan ketika hidupnya tidak pernah menyangka bakal dianugerahi predikat jagoan nasional sekaligus tokoh emansipasi perempuan.


Kartini, putri Raden Mas Sosroningrat Bupati Jepara yang lahir pada 21 April 1879 itu memang gemar berkorespondensi dengan sahabatnya di Belanda. Ia menulis kepada Nona Zeehandelaar, Ny Abendanon, Ny Ovink Soer, Ny Van Kool, sampai Stella untuk berkisah ihwal angan-angan, ma’rifat, kecintaan pada rakyat, ningrat dan kebangsawanan, pergolakan batin, emansipasi, sampai tembok pingitan.


Surat-surat Kartini ialah ide dari hasil perenungan panjang seorang putri yang seharusnya menjadi pola bangsanya sekarang untuk maju. Sayang, surat Kartini justru sepertinya lebih menarik perhatian masyarakat Belanda atas pemikiran perempuan pribumi yang melampaui sebayanya.


Surat-surat itulah yang pada karenanya bisa mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya itu sekaligus menjadi ide bagi tokoh tokoh kebangkitan nasional Indonesia untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik.


Buah pemikiran Kartini, istri Bupati Rembang KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang dirangkum dalam buku Door Duisternis tot Licht (Dari Kegelapan Menuju Cahaya) dan terbit pada 1911 itu sudah semestinya menjadi harta karun termahal bagi perempuan di tanahair. Nyatanya lebih banyak generasi muda justru terjebak dalam apatisme dan ketidakpedulian atas kondisi setara antara perempuan dan laki-laki.


Tidak hanya itu, berdasarkan Permaisuri Sultan Ternate Boki Ratu Nita Budi Susanti lebih banyak perempuan bahkan merasa nyaman dalam kondisi ketidakadilan alasannya ialah sudah semenjak usang dikondisikan sebagai warga negara kelas dua. Sebagai perempuan dalam bulat keningratan ia beranggapan usaha Kartini ialah terobosan yang luarbiasa yang pantas diapresiasi.


“Harus ada regulasi yang mendorong masyarakat supaya tidak apatis dan mengapresiasi perempuan yang mau berpartisipasi dalam politik,” katanya. Fakta di lapangan kini, Kartini dianggap sekadar acara, terlebih di sekolah-sekolah ketika siswanya melaksanakan upacara dan menggunakan pakaian budbahasa selama sehari. Di luar itu, surat Kartini lebih sering menjadi pajangan di rak perpustakaan. Kondisi itu menggambarkan, betapa surat Kartini yang dikagumi Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda JH Abendanon hampir 100 tahun kemudian itu sedang terjebak dalam apatisme generasi muda di tanahair.


Novelis Suryatini N Ganie dalam novelnya yang berjudul Fatamorgana di Segitiga Emas sempat mempertanyakan mengapa ihwal Kartini lagi, poligami saja tidak bisa ia tuntaskan, apalagi emansipasi. Sejatinya pandangan serupa sempat diutarakan mantan Ibu Negara Sinta Nuriyah Wahid yang beropini masih banyak tokoh perempuan lain yang perjuangannya setara Kartini tidak terpublikasikan.


Bahkan Sinta sempat mengusulkan untuk mengubah Hari Kartini menjadi Hari Perempuan. Perjuangan Kartini memang penuh kontroversi semenjak dahulu sampai kini. Emansipasi yang diperjuangkan perempuan Jawa itu banyak dianggap hanya besar lengan berkuasa terhadap aturan budbahasa Jawa yang memberatkan perasaan kaum perempuan pada masa itu. Efeknya terbatas pada memperlihatkan kebebasan bagi perempuan Jawa pada masa itu untuk sanggup mengenyam pendidikan setinggi-tingginya dan menghilangkan perlakuan semena-mena laki-laki Jawa pada masa itu supaya tidak lagi merendahkan kaum wanita.


Kontroversi pun bermula ketika Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, padahal nyaris tidak ada andil yang benar-benar terang layaknya seorang jagoan yang turun ke lapangan untuk berperang melawan penjajah. Kartini hanya dianggap memperjuangkan perempuan yang hidup di daerahnya, yaitu Jepara. Namun, kemudian diasumsikan sebagai usaha dalam memperjuangkan perempuan di Indonesia secara umum.


Di sisi lain banyak jagoan perempuan yang eksklusif berperang di medan langgar menyerupai Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Nyi Ageng Serang, tapi tidak mendapat perlakuan khusus. Kartini mendapat hari besarnya sendiri dan ditetapkan khusus oleh pemerintah, sedangkan jagoan perempuan lainnya hanya diperingati setiap kali Hari Pahlawan.


Kontroversi lain pun menyeruak ketika surat-surat yang ditulis oleh Kartini diyakini sebagai “hoax” atau palsu. Meskipun dipenuhi polemik dan kontroversi tugas Kartini tetaplah harus dihargai. Surat Kartini dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang tetaplah buah pemikiran yang terbukti merevolusi keadaan menjadi lebih baik sehingga apatisme ialah rumus untuk suatu kemunduran sebuah bangsa.


“Pergilah, laksanakan cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan beribu-ribu orang yang tertindas. Di bawah aturan yang tidak adil dan paham-paham palsu ihwal mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Pergilah! Berjuang dan menderitalah, tetapi bekerja untuk kepentingan yang abadi”-Kartini, 4 September 1901 (Hanni Sofia).


Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia kalau kaum perempuan dididik baik Surat Kartini Antara Inspirasi  Apatisme BangsaRiwayat Penulis: Hanni Sofia ialah master art of  journalism dari Ateneo de Manila University. Saat ini ibu 3 anak itu ialah pewarta ekonomi di desk ekonomi mikro mencakup kewirausahaan, pariwisata, ekonomi kreatif, koperasi, UKM dan tekno di Kantor Berita Antara di Jakarta. Perempuan yang sudah 9 tahun berkecimpung di dunia pers dan sangat menggemari jalan-jalan itu ketika ini ialah kontributor www.bebeja.com. 


Belum ada Komentar untuk "Surat Kartini Antara Inspirasi Apatisme Bangsa"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel