Desa Wisata Solusi Krisis Kelangkaan Destinasi

Jika Indonesia berada dalam krisis pencarian daya tarik wisata gres di luar Bali Desa Wisata Solusi Krisis Kelangkaan DestinasiJika Indonesia berada dalam krisis pencarian daya tarik wisata gres di luar Bali, maka sejatinya desa wisata ialah balasan untuk mengakhiri dilema itu. Sayang, selama ini masih sedikit yang menyadari potensi pengembangan desa wisata sebagai kemasan yang bakal diminati wisatawan khususnya mereka yang menggilai wisata tematik bernuansa alami.


Direktur Promosi Pariwisata Dalam Negeri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Tazbir menyampaikan desa wisata menjadi salah satu produk alternatif berwisata. “Dan ini ialah konsep pembangunan destinasi terintegrasi dan layak untuk dikembangkan,” katanya. Apalagi kata Tazbir, investasi pembangunan desa wisata selama ini hampir niscaya murni digerakkan oleh masyarakat lokal dan biasanya tidak disentuh oleh pemodal. Dengan begitu perputaran uang bisa dinikmati pribadi oleh masyarakat lokal.


Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Mari Elka Pangestu sendiri mengakui, peluang desa wisata sebagai salah satu cara untuk menjaring wisatawan nusantara maupun mancanegara. Terlebih ketika ini makin banyak masyarakat menyukai perjalanan wisata alam. “Tentu kami akan mendorong dan mendukung pengusaha yang ingin menyebarkan desa wisata,” kata Mari Pangestu. Sejumlah daerah yang sudah menyebarkan desa wisata, antara lain di Bali, Yogyakarta, NTT, NTB, dan Jawa Tengah. “Tapi intinya semua daerah mempunyai potensi desa wisata menarik untuk dikembangkan,” katanya.


Destinasi yang dikemas dalam desa wisata menjadi menarik karena aneka macam faktor yang selama ini tidak didapatkan pada wisata lain. Umumnya kearifan lokal dan budaya setempat menjadi daya tarik utama mengapa wisatawan tertarik mengunjungi desa wisata.


Salah satu desa wisata yang dikembangkan di Indonesia, yakni Dusun Kelingan di Temanggung, Jawa Tengah, yang menimbulkan kearifan lokal sebagai daya tarik wisata utama. Temanggung yang selama ini nyaris tidak mempunyai ikon daya tarik wisata mulai menyebarkan desa wisata untuk menjaring wisatawan yang selama ini hanya menginap dan berkunjung di kota besar saja.


Di desa wisata itu, wisatawan bisa menginap di penginapan bernuansa desa dan bisa melihat sawah dan kearifan lokal masyarakat sekaligus mencicipi hidup membaur dengan mereka dalam beberapa hari. Singgih S. Kartono, pendiri perjuangan wisata Magno atau Spedagi dan pengusaha desa wisata, mencicipi bisnisnya di bidang pariwisata semakin berkembang pascapengembangan desa wisata di wilayah Temanggung.


Ia mulai mencicipi ketika ini desa wisata semakin banyak diminati wisatawan, khususnya dari mancanegara yang ingin mengetahui kehidupan masyarakat di desanya. Wisatawan, katanya, semakin tertarik ketika diajak melihat bahkan ikut menanam dan memotong padi, menanam sayur dan buah, sampai berkunjung ke rumah penduduk untuk melihat pembuatan kerajinan.


“Dengan desa wisata wisatawan akan berada dalam suasana yang berbeda dan pribadi bersentuhan dengan alam,” katanya. Ia sendiri banyak melayani tur untuk turis gila asal Jepang dan sejumlah negara di Eropa. Singgih meminta dukungan pemerintah untuk semakin fokus dan memperhatikan potensi desa wisata sebagai konsep pembangunan destinasi yang menarik.


Merespon cita-cita pelaku perjuangan bidang pariwisata, Kemenparekraf serius menyebarkan 561 desa wisata yang tersebar di aneka macam provinsi di Indonesia selama 2014. Direktur Pemberdayaan Masyarakat Kemenparekraf Oneng Setya Harini ini menyampaikan untuk tahap awal agenda pengembangan desa wisata di mulai di 19 provinsi. “Di 19 provinsi itu kami akan melaksanakan peningkatan kapasitas pariwisata masyarakat dan pembinaan pendukung,” kata Oneng.


Ia mencontohkan, pembinaan yang digelar bagi masyarakat di wilayah desa wisata di antaranya pembinaan bahasa asing, kesenian, kuliner, dan seni dan budaya. Sebanyak 561 desa wisata yang ditargetkan terbentuk itu dibiayai melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata dengan rata-rata satu desa wisata mendapat pertolongan Rp75-juta-Rp100-juta.


Menurut Oneng, pertolongan dana ini dikucurkan salah satunya bertujuan untuk membentuk masyarakat sadar wisata yang dibutuhkan bisa menyadari dan mengolah potensi wisata yang ada sehingga bermanfaat sebagai tempat obyek wisata. Sedangkan untuk menjadi Desa Wisata sendiri, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, di antaranya mempunyai potensi wisata dan aksesibilitas, terdapat warga kurang bisa yang layak untuk dibantu, terdapat kegiatan pariwisata di sekitar desa.


“Untuk menjadi desa wisata, kami sendiri mengkajinya terlebih dahulu dengan mempertimbangkan potensi yang ada yang mungkin bisa dikembangkan dari sebuah desa,” kata Oneng. Pihaknya juga sedang menyebarkan jaringan desa wisata untuk meningkatkan pariwisata berbasis masyarakat dan budaya lokal. Jaringan tersebut akan menghubungkan sekitar 1.400 desa wisata dan akan terus ditambah yang memungkinkan terjadinya pertukaran pengalaman dan gosip sekaligus memperlihatkan pilihan bagi wisatawan (Hanni Sofia).


Jika Indonesia berada dalam krisis pencarian daya tarik wisata gres di luar Bali Desa Wisata Solusi Krisis Kelangkaan DestinasiRiwayat Penulis: Hanni Sofia ialah master art of  journalism dari Ateneo de Manila University. Saat ini ibu 3 anak itu ialah pewarta ekonomi di desk ekonomi mikro mencakup kewirausahaan, pariwisata, ekonomi kreatif, koperasi, UKM dan tekno di Kantor Berita Antara di Jakarta. Perempuan yang sudah 9 tahun berkecimpung di dunia pers dan sangat menggemari jalan-jalan itu ketika ini ialah kontributor www.bebeja.com. 


Belum ada Komentar untuk "Desa Wisata Solusi Krisis Kelangkaan Destinasi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel