Sayangilah Gua

Gua memang tidak bernyawa, tetapi dia sanggup tumbuh melalui kehadiran ornamen gua menyerupai stalaktit dan stalakmit. Dari hasil uji melalui pengukuran Uranium thorium (U-Th) di Jepang terungkap stalakmit sepanjang 40 cm itu berumur 1.000 tahun.


Artinya untuk tumbuh 1 cm, stalakmit butuh waktu 25 tahun. Pertambahan panjangnya luar biasa lambat. Bahkan waktu pembentukan stalaktit mungkin lebih usang lagi.


Bila flora tumbuh alasannya yaitu ada pasokan nutrisi dari unsur hara dan hasil fotosintesa, nutrisi pada stalakmit dan stalaktit tak lain yaitu hasil pengendapan kalsium pada proses pelarutan watu gamping atau karst (CaCO3).


Endapan kalsium yang wujud semulanya tetesan air itu mengendap di langit-langit gua membentuk kerucut terbalik stalaktit. Sebaliknya, tetesan air di lantai gua mengendap menjadi kerucut tegak di lantai gua stalakmit. Dalam proses tumbuh itu mungkin terjadi pertemuan dari ujung kerucut stalaktit dan stalakmit di satu titik sehingga membentuk tiang. Itulah yang dikenal sebagai pilar.


Dunia gua memang unik. Orang awam tidak akan menyangka jika cikal bakal gua yaitu terumbu karang di laut. Sebagai tanggapan pergerakan sesar bumi di masa lampau, terumbu karang purba itu terangkat menjadi bukit-bukit karst bentang karst. Penyebutan gua selanjutnya merujuk pada bentang karst yang mempunyai lubang alam. Lubang itu terjadi melalui proses karstifikasi. Pada proses itu watu gamping karst-lunak akan larut oleh air asam dari hujan.


Selain ornamen gua, sistem hidrologi (hidro=air) berupa sungai dijumpai pula di dalam gua. Sungai itu muncul sebagai tanggapan absorpsi air hujan melalui celah karst. Penyebab lain, itu kelanjutan dari sungai permukaan yang menembus celah karst-resurgen. Kawasan karst Gunung Sewu contohnya bisa meresapkan 45% curah hujan sebesar 2.000 mm/tahun. Dengan resapan sebesar itu tercipta debit air sungai sebesar 8.000 l/detik. Adanya sungai menawarkan gua itu masih aktif tumbuh.


Sungai-sungai itu belakangan mempunyai tugas penting. Sungai bawah tanah di Gua Bribin di Gunungkidul, Yogyakarta, berdebit air sekitar 1.450 liter/detik bisa menghidupi penduduk di sekitar daerah karst Gunung Sewu. Data dari Komunitas Indonesia untuk Karst, Gua, dan Speleologi menawarkan pemanfaatan 890 liter/detik air untuk mengairi lahan pertanian seluas 1.127 ha. Jumlah itu belum termasuk 131 liter/detik air yang digunakan sebagai sumber air higienis bagi 131.000 penduduk.


Belum ada Komentar untuk "Sayangilah Gua"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel