Uji Penting PCR Pada Udang

Pada budidaya udang windu dan udang vannamei Uji Penting PCR Pada Udang


Pada budidaya udang windu dan udang vannamei, kemunculan penyakit merupakan kerugian besar. Berbagai fakta di lapangan menunjukkan aneka penyakit tanggapan bisul bakteri, cendawan, dan virus menimbulkan budidaya terganggu alasannya yaitu berujung pada maut massal udang.


Beberapa virus yang menyerang udang di tambak yaitu White Spot Syndrome Virus (WSSV) dan Taura Syndrome Virus (TSV). Infeksi virus tersebut sanggup dideteksi cepat dan akurat menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) atau reaksi rantai polimerase.


Teknik tersebut bukan sesuatu baru, tapi keuntungannya di akuakultur belum usang dan tidak terkenal karena harga peralatan relatif mahal. Padahal, bekerjsama pembudidaya tidak perlu mempunyai PCR, alasannya yaitu sejumlah balai perikanan milik pemerintah dan swasta mempunyai kegiatan pengujian PCR pada udang.


Prinsip kerja uji PCR yaitu mengekstraksi DNA/RNA dari sampel. Berikutnya memperbanyak potongan-potongan DNA/RNA yang membawa warta genetika serta melaksanakan proses elektroforesis untuk melihat hasil produk PCR. Sampel uji PCR perlu segar, tapi jikalau sulit, sampel sanggup disimpan menggunakan larutan alkohol 95%, sebelum dikirim ke laboratorium pengujian.


Langkah itu sanggup mencegah kerusakan DNA/RNA. Pada udang, sampel yang diambil yaitu cuilan insang, kaki renang (pleopoda), atau cairan hemolim. Untuk ikan lain sanggup menggunakan cuilan mata dan otak (uji VNN) dan insang. Di laboratorium, sampel harus segera diekstraksi dengan larutan Lysis Buffer (IQ2000 TM).


DNA/RNA diekstrak dari sel-sel sampel untuk lalu diamankan dari kerusakan oleh enzim dNase. Selanjutnya ekstrak disentrifus sehingga diperoleh butiran/pelet DNA yang digunakan pada tahap kedua uji PCR. Untuk mengekstrak RNA digunakan RNA Extraction Solution (IQ2000 TM) yang sekaligus mengamankan RNA dari enzim rNase.


Hasil ekstraksi DNA/RNA pada tahap pertama itu lantas digandakan dengan derma enzim primer. Satu jenis enzim primer bertanggung jawab atas penggandaan satu jenis DNA/RNA, sehingga primer WSSV hanya sanggup digunakan untuk uji WSSV. Demikian seterusnya. Proses penggandaan DNA/RNA menggunakan enzim itu merupakan proses amplifikasi yang dilakukan pada kondisi suhu dan siklus penggandaan tertentu serta diatur pada thermocycle. Alat itu disebut sebagai mesin PCR.


Sebab siklus penggandaan berulang, maka kegiatan ini seolah proses reaksi berantai. Karena proses ini menggunakan enzim DNA Taq Polymerase, maka keseluruhan prosesnya disebut sebagai Polymerase Chain Reaction (PCR) atau reaksi rantai polimerase. Hasil produk PCR selanjutnya digunakan pada tahap ketiga, yaitu proses elektroforesis.


Dengan derma larutan Buffer TAE atau TBE, DNA/RNA yang telah diklon pada tahap kedua dimasukkan ke dalam lubang-lubang kecil pada lempengan semoga Agarose 2%. Hasil proses elektroforesis itu akan menampilkan pita-pita DNA/RNA yang letaknya tersebar, tergantung pada berat molekul untuk selanjutnya dibandingkan dengan posisi pita-pita pada lajur penanda DNA (DNA Marker). Berdasarkan pembacaan hasil pada tahap ketiga tersebut sanggup disimpulkan sampel bebas dari bisul virus atau tidak.


Untuk menjamin akurasi data dan proses kerja, setiap kali pengujian PCR harus disertai dengan kontrol aktual dan kontrol negatif. Kontrol aktual menggunakan plasmid DNA/RNA virus yang diuji, sehingga pada lempengan semoga sehabis dielektroforesis, harus terdapat pita-pita DNA/RNA.


Sebaliknya, kontrol negatif menggunakan air biasa sebagai kontrol, sehingga pada lempengan semoga sehabis dielektroforesis harus higienis atau kosong. Apabila terdapat pita-pita DNA/RNA pada lajur kontrol negatif, hal ini mengindikasikan adanya kontaminasi, sehingga keseluruhan proses uji harus diulang untuk menjamin keakuratan hasil.


Keberhasilan pengujian sampel dengan metode PCR dipengaruhi oleh beberapa faktor menyerupai kontaminasi silang, umur reagen/enzim, jumlah enzim yang dipakai, ketelitian ketika proses ekstraksi, serta kondisi larutan buffer dan larutan etidium bromida yang dipakai.


Hasil uji PCR sanggup berupa data kualitatif ataupun kuantitatif. Data kualitatif hanya menunjukkan ada atau tidaknya bisul virus, sedang data kuantitatif menunjukkan tingkat bisul virus pada sampel uji, baik bisul ringan, bisul medium, dan bisul berat.


Setelah diketahui, sanggup segera diambil tindakan, contohnya mengisolasi kolam atau petak tambak dan kolam yang terinfeksi dengan memperbaiki sanitasi lingkungan, pemberian imunostimulan bagi udang untuk meningkatkan daya tahan tubuh, atau bahkan memusnahkan udang sehingga tidak menulari petak kolam yang bebas infeksi. Upaya itu sanggup menekan kerugian.


Pengujian PCR sanggup pula digunakan ketika menyeleksi benur siap tebar di tambak. Dengan cara tersebut diperoleh benur berkualitas yang bebas virus. Untuk mengantisipasi terjadinya bisul penyakit, seyogyanya perlu dilakukan pengujian sampel secara terencana pada hari ke-30, 60, dan 90 pascatebar benur.


Hasil uji PCR sanggup diketahui dalam waktu 5-6 jam, relatif cepat dan akurat untuk mendeteksi bisul virus atau penyakit lain. Beberapa balai perikanan yang mendapatkan uji PCR yaitu BPBAP Bangil dan BBAP Situbondo (Jawa Timur), BBRPBL Gondol (Bali), BBPBAP Jepara (Jawa Tengah), dan BBL Lampung.


Belum ada Komentar untuk "Uji Penting PCR Pada Udang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel