Matoa Papua Populer
Masyarakat Jayapura, Papua dekat dengan matoa Pometia pinnata. Semula tumbuhan tersebut dimanfaatkan sebagai penghasil kayu. Batang pohon matoa termasuk kayu kelas 2 sesudah kayu besi. Kayu matoa cukup berpengaruh untuk menjadi kayu konstruksi. Namun, belakangan masyarakat menyadari potensinya sebagai buah unggul.
Konon, buah berjulukan lokal hamuo itu flora orisinil Kabupaten Jayapura. Tepatnya di Distrik Namblong dan Kemtuk Gresi, sekitar 100 km sebelah barat Bandara Sentani. Dari kawasan itu, matoa lantas menyebar di seantero Kabupaten Jayapura.
Penyebaran utamanya di kawasan Grimenawa, Genyam, dan Kaureh. Di kawasan lain, dia juga tumbuh subur meski tak sebanyak di ketiga distrik tersebut. Matoa juga berkembang di Kabupaten Serui, Yapen, Waropen, Manokwari, hingga Merauke.
Di Papua dikenal 2 macam matoa, yaitu matoa kelapa alias hamuo skaluk dan papeda alias hamuo hayo klending. Rasa keduanya tidak berbeda, bagus gurih dengan aroma durian. Di pasar matoa kelapa dihargai lebih tinggi dibanding papeda. Itu karena daging matoa kelapa lebih kenyal, kering, dan ngelotok (mudah lepas dari kulit biji, red). Matoa papeda berdaging lembek, berair, dan tidak ngelotok. Karena alasan itu, matoa kelapa menjadi idola untuk dikebunkan.
Sejatinya, pohon matoa praktis tumbuh, terutama di dataran rendah berketinggian 10-500 m dpl pada jenis tanah bertekstur ringan, berat, hingga tanah bebatuan kapur. Lingkungan hidupnya tidak jauh berbeda dengan rambutan.
Sebab itu pula, matoa sekarang bukan lagi monopoli masyarakat Papua. Di Desa Sukorejo, Kecamatan Udanawi, Kediri, Jawa Timur contohnya sejumlah warga menanam pohon matoa di pekarangan rumah. Di Cimanggis, Depok hingga Cianjur (seluruhnya di Jawa Barat, red), dia tumbuh subur dan berbuah baik. Tanaman yang masih setinggi 4 meter dapat berbuah 2 kali setahun dengan volume panen di atas 25 kg/pohon/musim.
Belum ada Komentar untuk "Matoa Papua Populer"
Posting Komentar